Pages

Sabtu, Desember 22, 2007

DAULAH FATHIMIYAH DI MESIR

Nama : Mulki Arrahman

Nim : 104025000871

Jurusan : Ilmu Perpustakaan

Fakultas : Adab dan Humaniora

Semester : VI

Mata Kuliah:Sejarah Peradaban Islam

DAULAH FATHIMIAH DI MESIR

Dinasti Fathimiyah berdiri tahun 297-567 H /909-1171 M semula di Afrika Utara kemudian di Mesir di Syiria. Dinasti ini beraliran syiah Ismailiyah dan pendirinya Ubaidillah al-Mahdi yang datang dari Syria ke Afrika Utara menisbahkan nasabnya hingga Fathimah binti Rasullulah SAW istri Ali Bin Abi Thalib.

Ketika Bani Fathimiah yang berkuasa di Afrika Utara sekitar 60 tahun, sebelum kemudian pindah ke Mesir tahun 973 M, juga telah memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap perkembangan peradaban di daerah itu. Salah satu peninggalan terbesar bagi peradaban Islam yang dicapai adalah Perguruan Tinggi (Masjid) Al-Zaituna.. Universitas yang berada di Tunisia itu merupakan Universitas tertua di dunia Islam berdiri tahun 976 M. tetapi pembangunan Universitas Itu sesungguhnya dilaksanakan setelah pusat pemerintahan pindah ke Mesir.

· Peninggalan Peradaban

Kota Kairo dibangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh penglima perang dinasti Fathimiah yang beraliran Syi’ah, Jawhar al-Siqili, atas perintah Khalifah Fathimiah, al-Mu’izz Lidinillah (953-975), sebagai ibu kota kerajaan dinasti tersebut. Bentuk kota ini hampir merupakan segi empat. Di sekelilingnya dibangun pegar tembok besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui peninggalannya. Pagar tembok ini memanjang dari masjid Ibn tulun sampai ke Qal’at Al-Jabal, memanjang dari Jabal Al-Muqattam sampai ke tepi sungai Nil. Daerah-daerah yang dilalui oleh dinding ini sampai sekarang disebut al-Husainiyah, bab al-luk, Syibra, dan Ahya Bulaq

Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimiah meliputi Afrika Utara, Sicilia, dan Syria. Berdirinya kota kairo sebagi ibu kota kerajaan diprakarsai oleh khalifah al-Mui’izz Lidinillah yang datang ke Mesir tahun 362 H/973 M memasuki kota Iskandariyah, kemudian menuju kota Kairo. Setelah pembangunan kota Kairo selesai lengkap dengan istananya.Al-Siqili mendirikan Masjid Al-Azhar. 17 Ramadhan 359 H ( 970 M). Masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama Al-Azhar diambil dari az-Zahra, julukan Fathimah, puteri Nabi Muhammad SAW dan istri ‘Ali ibn Abi Thalib, Imam Pertama Syiah. Perguruan tinggi Al-Azhar sangat berperan dalam meningkatkan kebudayaan dan peradaban Islam, baik di negeri Arab atau di negeri bukan Arab. Selama berabad-abad perguruan Tinggi Al-Azhar menjadi pusat pendidikan dan pertemuan para pelajar seluruh dunia dan menimba pengetahuan agama Islam.

· Para khalifah yang memimpin pada masa Daulah Fathimiyah

Periode Fathimiah dimulai dengan al-Mu’izz dan puncaknya terjadi pada masa pemerintahan anaknya, al-Aziz. al-Mu’izz Lidinillah dan ‘Aziz (975-996 M) di Mesir dapat disejajarkan dengan Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun di Baghdad.

Khalifah-kalifah Daulah Fathimiyah secara keseluruhan ada empat belas orang, tetapi yang berperan adalah:

1. Ubaidillah al-Mahdi

2. Qo’im (322 H/934 M)

3. Mansur (334 H/945 M)

4. Mu’izz (341 H/952 M)

5. Aziz (364 H/973 M)

6. Hakim (386 H/996 M)

7. Zahir (411 H /1020 M)

8. Mustansir (427 H/1035 M).

· Sumbangsih para khalifah

Pada masa pemerintahan al-Aziz, mengadakan program dengan mendirikan Masjid-masjid, istana, jembatan, dan kanal-kanal baru. Pada masa Aziz Billah dan Hakim Biamrillah, terdapat seorang mahaguru bernama Ibn Yunus yang menemukan pendulum dan ukuran waktu dengan ayunannya. Karyanya Zij al-Akbar al-Hakimi diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Dia meninggal pada tahun 1009 M dan penemuan-penemuannya diteruskan oleh Ibn an-Nabdi (1040) dan Hasan Ibn Haitham, seorang astronom dan ahli optika. Yang disebut terakhir menemukan sinar cahaya datang dari objek ke mata dan bukan keluar dari mata lalu mengenai benda luar.

Pada masa pemerintahan al-Hakim (996-1021 M), didirikan Bait Al-Hikmah, terinspirasi dari lembaga yang sama yang didirikan di Cordova dan al-Ma’mun di Baghdad. Dilengkapi dengan perpustakaan yang bernama Dar Al-Ulum yang diisi dengan bermacam-macam buku tentang bermacam-macam ilmu. Lahir sarjana-sarjana dalam bermacam-macam ilmu, diantaranya yang terkenal adalah Ibn Haitsam yang di Barat disebut dengan al-Hazen. Bukunya kitab al-Manazhir mengenai ilmu cahaya diterjemahkan ke dalam bahasa latin di masa Gerard of Cremona dan disiarkan tahun 1572.

Di masa khalifah ke-8 Mustansir pengembangan ilmu makin semarak dengan perpustakaan Negara yang dipenuhi dengan 200.000 buah buku. Zaman khalifah-khalifah ini Mesir mengalami kemakmuran. Perdagangan juga berkembang ke segala arah, ke India, ke Italia, dan Laut tengah barat, dan kadang-kadang ke Byzantium. Kota Kairo menjadi kota internasional yang berkembang produksi-produksinya. Kemakmuran penduduknya juga merangsang timbulnya pemikiran dari seluruh Dunia Islam karena semangat intelektualnya dan semangat toleransinya.

Sumber bacaan:

· Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,ed.1,cet.3. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada,1995.

· Dudung Abdurrahman(et.al),editor Siti Maryam(et.al), Sejarah Peradaban Islam

Dari Masa Klasik Hingga Modern.Yogyakarta: Fakultas Adab, 2002.

· Mufrodi Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,Cet.1 Jakarta: Logos, 1997.

· Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik:Perkembangan ilmu pengetahuan islam . Jakarta: Prenada Media, 2003.

Jumat, Desember 21, 2007

etika kinerja pustakawan

ETIKA PROFESI PUSTAKAWAN

Disusun oleh:

Mulki Arrahman

104025000871

Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2007

Pendahuluan

Etika atau ethics (bahasa inggris) mengandung banyak pengertian. Dari etimologi, istilah etika berasal dari bahasa latin yaitu ethicus atau dalam bahasa yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan. Jadi pengertian awalnya, yang dikatakan baik adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Pengertian ini lambat laun berubah menjadi suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang tidak.

Dalam kehidupan masyarakat, kita mengenal etika pribadi dan etika social. Etika pribadi adalah tingkah laku manusia yang penilaian baik atau buruknya dilakukan secara individual, sementara etika sosial adalah tingkah laku manusia yang baik buruknya dinilai oleh lingkungan sosialnya. Dalam dunia kerja yang berhubungan pelayanan, etika pribadi dan etika sosial perlu dikembangkan secara baik agar pelayanan yang kita berikan kepada pelanggan juga bernilai baik.

Dalam dunia industri jasa pelayanan, sikap positif perlu ditanamkan pada setiap individu yang terlibat didalamnya, apalagi dalam dunia perpustakaan, pustakawan diharapakan dapat bersifat positif terhadap segala hal yang terjadi. Ketika pustakawan menghadapi pemakai perpustakaan dengan positif biasanya respons si pemakai adalah positif pula, demikian juga jika pustakawan bersikap negatif, respons yang diterima adalah negatif. Karena dengan perilaku dan tindakan yang positif maka akan datang dengan sendirinya pemikiran positif.

2. Etika Profesi

kata atau istilah profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalakan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam, dengan demikian orang professional adalah orang yang melakukan sesuatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaaan itu dengan mengandalakan keahlian dan ketermpilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu.

Dengan kata lain, orang professional adalah orang yang melakukan sesuatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjaan tersebut. Namun ini saja tidak cukup, orang yang professional adalah orang yang mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaanya itu. Ia melibatkan seluruh dirinya dan dengan giat, tekun, dan serius menjalankan pekerjaan itu. Karena dia sadar dan yakin bahwa pekerjaanya telah menyatu dengan dirinya. Pekerjaannya itu membentuk identitas dan kematangan dirinya, dan karena itu dirinya berkembang bersama dengan perkembangan dan kemajuan pekerjaanya itu. Ia tidak lagi sekedar menjalankan pekerjaanya sebagai hobi, sekedar mengisi waktu luang, atau secara asal-asalan komitmen pribadi inilah yang melhirkan tanggung jawab yang besar dan mendalam atas pekerjaanya itu.

Sebagai pustakawan yang bekerja di perpustakaan seharusnya dituntut untuk bekerja secara professional. Artinya ia melibatkan dirinya dengan semangat, tekun, dan serius melakukan pekerjaan sebagai pustakawan. Seorang pustakawan dapat dikatakan sebagai orang yang professional apabila ia telah melibatkan seluruh dirinya beserta keahlian dan keterampilan yang dimiliki dicurahkan demi keberhsilan pekerjaannya sebagai seotang pustakawan. Karena dengan sikap professional seornag pustakawan, pustakawan tersebut mampu melatani para pengguna perpustakaan dengan penuh rasa tanggung jawab atas permintaan para pengguna perpustakaan. Jadi orang professional merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Pustakawan yang professional dipercya para pengguna perpustkaan untuk membantu mencari informasi agar dapat diketemukan informasi tersebut. Sehingga pengguna perpustakaan merasa puas akan kinerja pustakawan professional tersebut.

3. Ciri-ciri Pustakawan Profesional

dalam bekerja di suatu perpustakaan, pustakawan diharapkan menjadi seorang yang memiliki sikap professional dalam bekerja. Karena tidak mudah memiliki sikap professional. Karena tidak ada jalan lain menujun sikap professional kecuali dengan Belajar dan Belajar dari kesalahan masa lalu dan menjadikan pengalaman masa lalu sebagai batu loncatan untuk menjadi lebih baik.

Berikut ini adalah beberapa ciri profesionalisme:

Ø Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.

Ø Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.

Ø Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa “ atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup. Jadi disisni perlu juga memebangun kepercayaan kepada orang lain atau atasan kita, karena kepercyaan adalah kekuatan “daya tarik” yang luar biasa. Khususnya pustakawan, dengan membangun kepercayaan kepada pengguna perpustakaan. Maka pengguna tersebut dapat percaya untuk meminta bantuan kepada pustakawan tersebut untuk memebantu mencarikan informasi kepada pengguna tersebut. Kedua, kepercayaan akan mampu mengurangi sekian potensi problem dalam hubungan antar manusia.

Ø Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Penutup

Dalam melakukan pekerjaan, dalam profesi apa saja atau profesi pustakawan sekalipun sikap professionalisme sangat diperlukan dalam bekerja, untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik. Karena orang-orang professional adalah orang-orang yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya karena mereka ahli, terampil, punya komitmen moral, bertanggung jawab, tekun, penuh disiplin dan serius dalam menjalankan tugas pekerjaan.

Daftar Pustaka

Achmad, Zein. Membangun Psikologi Kerja dan Aplikasi Etika Profesi. Jakarta: LP3I,2007

Ubaydillah. “Membangun Kepercayaan”. Artikel diakses pada 4 Juni 2007 dari http:// www.e-psikologi.com/pengembangan

La Rose. Pengembangan Pesona Pribadi. [ s.l.?] : Pustaka Kartini, 1998

Ridha, Akrim. Menjadi Pribadi Sukses. Bandung : Asy Syamil, 2002